Covesia.com - Suluk diartikan sebagai cara mendekatkan diri kepada Allah SWT yang bertujuan menyucikan diri dari berbagai bentuk kesalahan dengan memperbanyak dzikrullah. Suluk adalahsalah satu bukti dari ajaran tarekat Naqsabandiyah di Kota Padang provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Orang yang menempuh jalan tersebut disebut saalik. Dalam pelaksanaanya, suluk ini dibimbing oleh guru atau mursyid untuk menjalani tahap demi tahap.
Surau Lubuak Sariak
Surau Lubuak Sariak, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang Sumatera Barat adalah salah satu bukti dari ajaran tarekat Naqsyabandiyah hingga kini masih terpelihara, yaitu suluk.
Di dalam surau yang berdekatan dengan masjid ini terdapat lima jemaah suluk yang semuanya adalah perempuam lanjut usia dan dibimbing oleh sang guru. Surau ini berada di pinggir jalan sehingga tidak terlalu sulit untuk menemukannya, hanya saja sedikit masuk perkampungan dengan jalan yang tidak sebesar jalan raya, jadi harus tetap berhati-hati jika berkunjung ke surau ini.
Surau ini terdiri dari dua lantai, dan pelaksanaan suluk berada pada lantai kedua, dengan lantai surau terbuat dari kayu.
"Saat ini ada lima orang jemaah suluk, semuanya berasal dari daerah sini," ujar Gaek Siun (66) guru pembimbing suluk saat ditemui covesia.com di lokasi.
Lanjut dia, suluk di sini baru pertama kali dilaksanakan setelah dua tahun terputus, karena sang guru meningal dunia. "Saya guru baru di sini, dan juga berasal dari daerah sini," ujar dia.
Meski yang ditemui covesia.com semua jemaah suluk sudah lanjut usia, Kata Gaek Siun tidak menutup kemungkinan untuk orang yang masih muda.
"Boleh-boleh saja yang muda, sekitar umur 20an, tetapi keiginan untuk suluk itu memang harus dari hatinya, bukan paksaan dari pihak manapun," ujar Gaek Siun.
Pelaksanaan Suluk
Lanjut dia, langkah awal dalam suluk di hari pertama jemaah harus membawa limau kapeh, serta kain putih satu kabung. Limau kapeh akan digunakan untuk mandi serta, kain putih untuk menutupi tubuh layaknya seorang mayat yang nantinya akan di pandu sang guru.
Dalam pelaksanaanya, jemaah suluk tidak dibenarkan memakan makanan berdarah, yang bertujuan untuk kesehatan. Namun, para jemaah tidak boleh bersalaman dengan masyarakat atau karib kerabat yang yang berkunjung untuk menjengguk selagi mereka memakan makanan berdarah (hewani).
"Tidak dibenarkan memakan makanan berdarah, jemaah suluk lazimnya memakan sayur-sayuran, itu juga baik untuk kesehatan," ujar dia.
Umumnya, pelaksanaan suluk di Kota Padang Sumatera Barat lazim dilakukan sebelum bulan Ramadhan (sepuluh hari menjelang Ramadhan) dan selama bulan Ramadhan (sampai hari raya Idul Fitri) dengan perhitungan 40 hari pelaksanaan bagi yang suluk untuk pertama kalinya.
Sementara itu, ujar Gaek Siun bagi yang sudah bersuluk untuk kedua kalinya boleh melaksanakan suluk dengan 20 hari atau pun 30 hari pelaksanaan. Segala hal yang bersifat duniawi seperti harta, tahta dan juga keluarga harus ditingalkan.
Setelah mendapatkan izin dari Gaek Siun, dari pantauan covesia.com, Minggu (10/4/2022), tempat untuk suluk di Surau Lubuak Sariak terdapat di bagian belakang dalam surau (berdekatan dengan dinding di dalam surau). Masing masing jemaah suluk akan menempati tempat berukuran tidak jauh berbeda dengan ukuran perkuburan untuk satu mayat.
Terlihat, sekat satu dengan sekat lainnya terbuat dari kain panjang yang bewarna. Kain tersebut sekaligus berfungsi sebagai kelambu.
Di tempat yang mirip dengan bilik yang sempit itulah tiap jamaah suluk mengamalkan ilmu dari sang guru. Kata Gaek Siun, kecilnya ukuran tersebut untuk mengingatkan jemaah akan kematian. "Kurang lebih ukurannya sebesar perkuburan, hal itu untuk mengingatkan kematian yang bisa datang kapan saja," terang Gaek Siun.
Istirahat setiap jemaah suluk sebelum masuknya waktu sholat serta mandi. Setelah itu mereka akan kembali kedalam ruangan yang yang telah disediakan dengan arahan dan petunjuk dari Gaek Siun.
Kata Gaek Siun, dalam suluk ada namanya Tajuah artinya Basongkok sembari berzikir.
"Bersalaman antara guru dan jemaah suluk tidak boleh dengan tangan terbuka, artinya harus dilampisi dengan kain," tuturnya.
Suluk tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Allah, kendati begitu, Kata Gaek Siun, apabila seseorang tidak siap melaksanakan suluk atau bukan karena panggilan hatinya tidak menutup kemungkinan akan berakibat fatal. "Ado nan taganggu jiwa akibat suluk, itu disabuik tabaliak kaji namonyo," ujar Gaek Siun
Selama kegiatan suluk, para jemaah akan fokus untuk beribadah kepada Allah dan di surau ini setiap jemaah harus tetap dalam keaadan berwudhu, jika batal harus berwudhu kembali sembari tidak banyak bicara satu sama lain.
Sekedar informasi, bagi masyarakat yang ingin berkunjung untuk melihat ruangan suluk tersebut atau untuk berfoto harus mendapatkan izin dari guru suluk.
Jamaah Suluk: Mulai dari Ingin Bertobat Hingga Panggilan Hati
Juliar (56) jemaah suluk, katanya ia mengikuti suluk karena memang dari hati dan bukan karena paksaan dari pihak manapun.
"Hati saya sudah terpanggil, tidak didasarkan atas paksaan pihak manapun," ujar dia.
Lanjut dia, jemaah di sini rata-rata sudah lanjut usia. "Saya sudah tua, dan ingin bertobat, kematian datang kapan saja," tutur dia.
Kata Juliar, setelah suluk hatinya menjadi tenang dan merasa dekat dengan sang penciptanya. "Hati tenang, lega. Itu yang saya rasakan setiap selesai suluk," ujar dia yang sudah 6 kali mengikuti suluk.
Pandemi Sepi Peminat
Jika di surau Surau Lubuak Sariak, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang Sumatera Barat kita masih dapat menemukan jemaah suluk, namum sangat berbeda dengan Surau Baru, di Kecamatan Pauh yang sekaligus sebagai cikal bakal Ajaran Tarekat Naqsabandiyah di Kota Padang.
Ramadhan 1443 H ini, kita tidak lagi dapat melihat pelaksanaan suluk setelah pandemi Covid-19 memasuki indonesia sehingga berujung sepi peminat. Sudah 3 tahun pelaksanaan suluk tidak ada lagi di surau ini.
"Orangnya tidak ada, siapa yang mau suluak. Minimal untuk suluk itu 7 orang," tutur pengurus yang sekaligus imam masjid, Zahar, Minggu (10/4/2022).
Cikal Bakal Ajaran Tarekat Naqsabandiyah di Padang
Asal muasal ajaran ini tidak terlepas dari berdirinya Surau Baru, sebuah surau yang menjadi basis Tarekat Naqsyabandiyah yang terletak di Kecamatan Pauh, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar).
Sebagaimana diberitakan covesia.com sebelumnya, surau ini didirikan pada tahun 1910 oleh Syekh Muhammad Thaib. Berdirinya surau ini berkaitan erat dengan sejarah tarekat Naqsyabandiyah di Padang.
Pada mulanya, tarekat Naqsyabandiyah dikenalkan oleh Syekh Muhammad Thaib (1870– 1944 M) pada tahun 1906 pada sebuah kawasan, Kecamatan Pauh, Kota Padang.
Sebelumnya, Syekh Muhammad Thaib cukup lama menuntut ilmu di Mekkah. Pada tahun 1905, Ia kembali ke Padang dan mengembangkan ajaran tarekat Naqsyabandiyah.
Sebagaimana diceritakan Pada awal pembangunan, lanjut Zahar, surau ini memiliki tiang penyangga yang berbentuk lurus dibawah, bengkok ditengah, dan lurus lagi di atas yang melambangkan kiasan kehidupan manusia.
"Makna tiang itu seperti kehidupan manusia. Awalnya saat kecil sebelum berumur 20 tahun manusia masih kecil dan jujur itu melambangkan tiang bawah yang lurus, lalu setelah berada di umur 20 -30 tahun manusia mulai melakukan dosa, mulai berperangai itu lah tiang tengah yang bengkok, lalu di atas umur 30 barulah mereka mulai bertobat itulah tiang lurus diatas," jelas Zahar.
Zahar (65), Imam Surau Baru, yang mengatakan awalnya Syekh Muhammad Thaib membuka tarekat ini di rumah istrinya di Surau Kandang, lalu setelah istrinya meninggal Syekh Muhammad Thaib merasa tersisih oleh keluarga istrinya. Pada bulan Muharram, Syekh Muhammad Thaib akan berangkat ke negeri Jiran, Malaysia.
"Beliau bercerita akan pergi ke Malaysia kepada niniak mamak, tetapi niniak mamak melarang dan berencana membangunkan sebuah surau untuk beliau. Selama 4 hari, surau itu terbangun dan dinamakan Surau Baru yang menjadi basis Tarekat Naqsabandiyah Padang," jelas Buya Zahar.
Namun sayangnya, tiang ini tidak dapat kita temukan lagi pada saat ini setelah surau ini mendapatkan beberapa kali renovasi.
Seiring berjalannya waktu, pengikut tarekat Naqsyabandiyah semakin banyak
Kendati begitu, surau yang menjadi cikal bakal Tarekat Naqsyabandiyah di Padang itu kini memprihatinkan. Sudah 3 tahun pelaksanaan suluk tidak ada lagi di surau ini.
"Orangnya tidak ada, siapa yang mau suluak. Minimal untuk suluk itu 7 orang," sebutnya.
Dari pantauan covesia.com di lokasi, Minggu (10/4/2022) tempat untuk masyarakat melakasanakan suluk terletak pada lantai dua surau. Lantainya terbuat dari kayu, terlihat lantainya sudah berdebu pertanda beberapa lama tidak dibersihkan dan atap serta dindingnya sudah banyak rusak.
(lisa)